info main bola – 3 Juni 2017, hari ini tepat tiga tahun lalu, Real Madrid berhasil mempertahankan trofi Liga Champions dengan mengalahkan Juventus di partai final. Kemenangan ini menandai era keemasan Los Blancos di bawah Zinedine Zidane.
Betapa tidak, musim 2016/17 bisa dikatakan sebagai musim terbaik Zidane di Madrid. Dia menuntun El Real menjuarai La Liga, lalu Liga Champions, dan akhirnya meraih lima trofi dalam satu tahun kalender.
Kemenangan atas Juventus di partai final kala itu juga membuktikan kecerdasan Zidane. Dia menurunkan taktik yang tepat sasaran untuk memanfaatkan kelemahan Juve. Cristiano Ronaldo memborong dua gol pada pertandingan itu.
4-4-2 Diamonds ala Zidane
Musim 2916/17 adalah musim penuh pertama Zidane sebagai bos Madrid. Dia baru menangani Los Blancos pada Januari 2016, sukses meraih trofi Liga Champions dan akhirnya dipercaya dari pelatih permanen.
Zidane benar-benar mengubah banyak hal. Salah satunya adalah gaya bermain Madrid yang lebih fleksibel. Pada duel final saat itu, Zidane menurunkan formasi 4-4-2 diamond.
Formasi ini benar-benar membuat Juve kelimpungan. Pasukan Massimiliano Allegri itu sering kehilangan bola di lini tengah, kalah duel dari gelandang-gelandang Madrid.
Juga, permainan Isco sebagai penyerang lubang di belakang dua striker (Ronaldo-Benzema) benar-benar gemilang. Dapat dikatakan Isco serang diri memorak-porandakan lini permainan Juve.
Gol kejutan Ronaldo
Juve sebenarnya sudah tahu apa yang harus dilakukan untuk melawan tim sekuat Real. Mereka tahu Madrid punya kekuatan spesial di Liga Champions, Juve harus bermain agresif.
Dan itulah yang benar terjadi, Madrid benar-benar kerepotan pada 15 menit pertama. Toni Kroos dan Luka Modric tidak bisa menguasai bola terlalu lama, mereka sibuk memotong aliran umpan Juventus.
Kendati demikian, justru Juve yang tercengang terlebih dahulu di menit ke-20. Berawal dari serangan balik, Dani Carvajal memberikan umpan tarik untuk Ronaldo yang datang dari lini kedua.
Sepakan Ronaldo sempurna, tepat ke titik yang tidak terjangkau Buffon. Gol pertama inilah yang diyakini meruntuhkan mental skuad Juve. Dengan satu serangan saja, dengan peluang yang begitu minim, Madrid terbukti bisa mencetak gol dan unggul terlebih dahulu.
Salto balasan Mandzukic
Biar begitu, Juve bukannya tanpa perlawanan. Kebobolan terlebih dahulu memang mengejutkan, tapi saat itu skuad Si Nyonya Tua diisi pemain-pemain berpengalaman yang tahu caranya membalikkan keadaan.
Terbukti, hanya butuh tujuh menit bagi Juve untuk menyamakan kedudukan. Lewat satu skema serangan umpan jauh, bola tiba di kotak penalti, dikontrol dada oleh Higuain, kemudian melayang ke arah Mandzukic.
Tanpa pikir panjang, striker Kroasia ini mengontrol bola satu kali, kemudian melepas tendangan salto yang mengarah tepat ke sudut atas kanan gawang Madrid, tidak terjangkau oleh Keylor Navas.
Gol ini adalah bukti kualitas pengalaman skuad Juve. Mereka bisa bangkit meski kebobolan terlebih dahulu dari sang juara bertahan.
Babak kedua yang timpang
Duel kedua tim di babak pertama terbilang seimbang, tapi segalanya berubah di babak kedua. Pertandingan jadi tidak seimbang, Madrid benar-benar dominan di paruh kedua ini.
Entah mengapa, pemain Juve tampak enggan mengejar bola. Mereka terlalu asyik menunggu, yang berarti memberikan ruang bagi Isco untuk berdansa di lapangan.
Juve pun tidak berdaya ketika Madrid mencetak dua gol di menit ke-61 dan 64 yang benar-benar membalikkan keadaan. Pertama gol Casemiro melalui sepakan jarak jauh, lalu gol kedua Ronaldo lewat umpan tarik Luka Modric.
Dua gol ini benar-benar memupus harapan Juve. Madrid kian percaya diri sampai akhirnya Marco Asensio mencetak gol terakhir di ujung laga.
Isu konflik internal Juve
Kekalahan 1-4 Juve itu dianggap kontroversial. Pasalnya skor masih 1-1 di babak pertama seharusnya Juve tidak kalah dengan skor sebesar itu di partai final.
Muncul isu Juve kalah karena konflik antara pemain di ruang ganti. Namun, beberapa waktu lalu Giorgio Chiellini membantah tudingan itu dan menceritakan masalah sebenarnya.
Chiellini menegaskan bahwa kekalahan itu hanya karena Juve kelelahan. Tidak ada konflik apa pun, para pemain benar-benar kelelahan karena berjuang keras di babak pertama.
“Kami kalah karena kami kelelahan. Final-final itu selalu datang terlambat bagi kami. Kami sangat kelelahan setelah babak pertama, Mandzukic bahkan harus berjuang keras untuk berjalan, Pjanic pun demikian,” imbuh Chiellini.
Juve kelelahan, Madrid tepat sasaran
Artinya, partai final itu bisa dikatakan sebagai kemenangan Zidane atas Allegri. Zidane sengaja menurunkan formasi dan taktik untuk menguras energi skuad Juve.
Di babak pertama, skuad Madrid memang tampak tertekan dan terpaksa bertahan, tapi mungkin itulah salah satu cara Zidane untuk menguras energi pemain-pemain Juve.
Terbukti, di babak kedua Madrid tampil jauh lebih dominan. Isco terus bergerak, menjelajah seluruh wilayah lapangan, tapi pemain-pemain Juve bahkan tidak bisa mengejar gelandang Spanyol itu.
Singkatnya, laga final kala itu membuktikan kualitas skuad Madrid di Liga Champions sekaligus kegeniusan taktik pelatih.
Susunan Pemain
Juventus (3-4-1-2): Buffon; Chiellini, Bonucci, Barzagli; Khedira, Pjanic, Alex Sandro, Dani Alves; Dybala; Mandzukic, Higuain
Pelatih: Massimiliano Allegri
Real Madrid (4-4-2): Navas; Marcelo, Varane, Ramos, Carvajal; Casemiro, Kroos, Modric, Isco; Ronaldo, Benzema
Pelatih: Zinedine Zidane
Statistik Juventus – Real Madrid
Gol: 1 – 4
Total shots: 11 – 18
On Target: 4 – 5
Possession: 46% – 54%
Fouls: 23 – 18
Offsides: 3 – 1
Kartu kuning: 5- 4
Kartu merah: 1 -0