Info Main Bola – Pemerintah Inggris dikabarkan bersedia memberi pemilik Chelsea, Roman Abramovich waktu untuk mencari pembeli klub.
Daily Mail melaporkan, Chelsea telah diyakinkan oleh pemerintah bahwa klub dapat terus beroperasi bahkan jika Abramovich dikenai sanksi.
Menteri Kebudayaan, Nadine Dorries mengulangi seruan agar Abramovich diberi sanksi di Parlemen pada Kamis (3/3/2022). Namun, proses ini bisa memakan waktu beberapa minggu karena Badan Kejahatan Nasional sedang berjuang untuk membuktikan hubungan keuangannya dengan pemerintah Rusia.
Pemerintah Inggris tetap mempersiapkan undang-undang yang akan memberi mereka kekuatan untuk merebut properti Inggris yang dimiliki oleh oligarki Rusia.
Dia ada dalam daftar sanksi tanpa membayar mereka kompensasi, meskipun Premier League telah menerima jaminan bahwa langkah tersebut akan mencakup ruang lingkup untuk properti dan bisnis tertentu untuk dibebaskan.
Chelsea kemungkinan akan masuk dalam daftar pengecualian ini karena pemerintah tidak memiliki keinginan untuk menghukum klub, sementara beberapa sumber mengklaim bahwa mereka memberi Abramovich waktu untuk menjual sebelum dia dikenai sanksi.
Harga Tak Cocok
Abramovich menghadapi situasi kepepet di mana dia harus secepatnya mendapat pembeli Chelsea agar klub tak terkena sanksi dari pemerintah Inggris.
Menurut Daily Mail via Tribal Football, Jumat (4/3/2022), Miliarder Swiss Hansjorg Wyss dan pemilik LA Dodgers Todd Boehly bersiap untuk mengajukan tawaran setelah membentuk konsorsium yang bertujuan untuk membeli klub, tetapi kelompok tersebut tidak bersedia memenuhi harga yang diminta Abramovich sebesar 3 miliar poundsterling.
Dikejar Waktu
Abramovich menolak tawaran sebesar 2,2 miliar poundsterling dari Boehly tiga tahun lalu. Tetapi saat itu, miliarder asal Rusia tersebut bukan penjual aktif alias tak menawarkan klub.
Situasi sekarang berbeda jauh imbas invasi Rusia ke Ukraina. Abramovich terpaksa melepaskan Chelsea yang telah menjadi miliknya sejak 2003.
Sekarang dia mungkin harus menerima angka yang lebih rendah lagi karena kurangnya penawar alternatif dan ancaman sanksi yang terus berlanjut.