Info main bola Mengulik Masalah Juventus: Salahnya ada di Manajemen?

Info main bola Mengulik Masalah Juventus: Salahnya ada di Manajemen?
Info main bola Mengulik Masalah Juventus: Salahnya ada di Manajemen?

Info main bolaJuventus dipastikan tersingkir dari ajang Liga Champions musim ini. Setelah mengeluarkan dana besar-besaran, sang raksasa Italia tersebut justru tersingkir di tangan tim kuda hitam seperti Ajax Amsterdam dan Lyon.

Semua bermula setelah Juventus mencapai final sebanyak dua kali di era kepelatihan Massimiliano Allegri. Sayangnya, mereka selalu gagal keluar sebagai juara.

Trofi seolah telah nampak di pelupuk mata. Juventus berniat untuk meningkatkan kans untuk menjadi juara. Pada tahun 2018, Juventus memboyong Cristiano Ronaldo yang baru saja memenangkan Liga Champions bersama Real Madrid.

Untuk mendatangkan satu pemain itu saja, Juventus harus mengeluarkan uang sebesar 100 juta euro. Total biaya yang harus dikeluarkan Bianconeri pada musim tersebut adalah 259,7 juta euro.

Tersingkir di Tangan Tim Kuda Hitam

Dengan uang sebesar itu, seharusnya Juventus bisa bicara banyak di Liga Champions. Namun yang terjadi sebaliknya, Bianconeri tersandung di tangan klub berstatus kuda hitam, Ajax Amsterdam, pada babak perempat final.

Pemain Ajax, Matthijs De Ligt, menjadi bintang dalam laga tersebut. Juventus tahu bahwa bek asal Belanda itu punya potensi besar dan sedang menjadi sorotan masyarakat. Mereka pun langsung merekrutnya di awal musim 2019/20.

Untuk mendatangkan De Ligt, Juventus harus merogoh kocek sebesar 85 juta euro. Total uang yang mereka keluarkan pada awal musim ini sebesar 223,5 juta euro. Hasilnya? Tersingkir di babak 16 besar. Sebuah penurunan.

Lebih menyakitkannya lagi, Juventus tersingkir di tangan klub asal Prancis, Olympique Lyon. Perlu diketahui bahwa tim asuhan Rudi Garcia tersebut hanya mampu finis di peringkat ke-7 klasemen akhir Ligue 1 musim ini.

Kesalahan Pelatih atau Manajemen?

Kegagalan tersebut membuat publik jadi mencari-cari siapa yang pantas dijadikan kambing hitam. Mereka kemudian melihat sosok terdekat: sang pelatih, Maurizio Sarri.

Namun salah satu jurnalis kenamaan, Carlo Garganese, tidak sepakat dengan anggapan mayoritas publik. Ketimbang Sarri, ia merasa bahwa manajemen, atau dalam hal ini Andrea Agnelli dan Fabio Paratici, lebih pantas memikul tanggung jawab atas kegagalan ini.

“Sarri adalah orang terakhir yang patut disalahkan atas tersingkirnya Juventus malam ini. Dua orang pertama yang pantas disalahkan adalah Fabio Paratici dan Andrea Agnelli,” tulisnya dalam sebuah utas panjang di Twitter.

“Lihat skuat Juventus; kegagalan ini bukanlah kejutan. Kebijakan transfer dan pembangunan tim Juve adalah sebuah bencana dalam paling sedikit tiga musim panas terakhir,” lanjutnya.

Juventus Telah Menjadi Klub Korporat

Garganese menyoroti manajemen yang mengubah kebijakan transfernya. Dari tim yang membeli pemain untuk memenuhi kebutuhan pelatih menjadi klub korporat dengan strategi transfer ala Galactico.

“Juve telah berpindah dari model membangun tim seperti yang kami lihat di tahun 2011-2016 jadi korporat/Galactico dengan membeli satu pemain bintang dengan mengorbankan tim. CR7 2018, De Ligt 2019,” tambahnya.

“Menyisakan Juventus dengan beberapa pemain bintang namun menjadi tim yang penuh dengan jarak serta pemain berumur. Berapa banyak tim Juve sekarang yang bisa masuk ke dalam tim dari tahun 2012 hingga 2017? Saya rasa hanya dua, Ronaldo dan Dybala.”

“Itu menunjukkan seberapa jauhnya Juventus terpuruk. Berapa banyak pemain dari tim sekarang yang bisa bermain untuk Bayern, City, Liverpool? Ini adalah gelandang terburuk Juventus sejak tahun 2016.”

“Terbawa ke final CL 2017. Menjadi sebuah bencana sejak saat itu. Berapa banyak uang yang dikeluarkan Juve untuk gelandang sejak 2017? Tidak sepeser pun dalam tiga tahun (sampai transfer Arthur). Hanya pemain bebas transfer; Emre Can, Rabiot, Ramsey.”

“Entah bagaimana Juve berpindah dari memiliki gelandang terbak dunia dengan Pirlo-Vidal-Pogba (Marchisio sebagai cadangan) menjadi kekacauan sekarang. Juve pindah dari memiliki bek terbaik dunia hingga menjadi ada seorang winger kanan yang menjadi bek kanan, tanpa cadangan tersisa di belakang dan lini pertahanan yang kebobolan 43 gol di Serie A,” pungkasnya.

(Twitter)

betting online