Infomainbola – Didier Drogba membocorkan sedikit soal apa yang terjadi di balik layar Chelsea saat memenangkan Liga Champions tahun 2012 lalu. Dalam kisahnya ini, ada nama Juan Mata yang memiliki pengaruh besar terhadap dirinya.
Musim 2011/12 tidak bisa dikatakan berjalan dengan baik untuk klub berjuluk the Blues tersebut. Karena serentetan hasil buruk, Andres Villas-Boas selaku pelatih dipecat di tengah musim dan digantikan oleh Roberto Di Matteo.
Karena serangkaian hasil buruk itulah, Chelsea hanya bisa bertengger di posisi ke-6 dalam klasemen Premier League. Mereka hanya mampu mengantongi 18 kemenangan dan menelan 10 kali kekalahan.
Harusnya, Chelsea hanya bisa berpentas di ajang Liga Europa pada musim berikutnya. Namun mereka mendapatkan tiket partisipasi ke Liga Champions yang istimewa karena berhasil menjuarai kompetisi tersebut di akhir musim.
Permintaan Drogba kepada Mata
Chelsea menjalani partai final yang sangat sengit melawan raksasa Jerman, Bayern Munchen. Kalau bukan karena Drogba, mereka mungkin sudah tidak bisa meraih kemenangan di laga tersebut.
Drogba mencetak gol pada menit ke-88, dan membuat skor jadi imbang 1-1. Jadi pertandingan harus dilanjutkan ke babak perpanjangan waktu. Pada akhirnya, Chelsea keluar sebagai pemenang melalui drama adu penalti.
Padahal pada saat itu, motivasi Drogba sedang anjlok. Musim yang buruk membuatnya ragu bisa meraih trofi Liga Champions. Namun semuanya berubah karena perkataan Juan Mata yang kala itu masih berusia 23 tahun.
“Saya meminta kepada Juan Mata yang berusia 23 tahun, ‘Tolonglah Maestro, bantu saya menjuarai Liga Champions,” buka Drogba dalam sebuah utas Twitter miliknya.
Percayalah, Drogba
Jawaban Mata cukup mengejutkan. Ia memotivasi Drogba dan meyakinkan bahwa pria asal Pantai Gading tersebut adalah pemain kelas dunia. Dan seharusnya, Mata-lah yang meminta Drogba untuk membantunya menjuarai Liga Champions.
“Tiga bulan kemudian, kami berada di Munchen, dalam laga final, di stadion mereka, tenggelam dalam ombak berwarna merah. Tuan rumah unggul saat pertandingan tersisa delapan menit dan saya merasa tidak yakin untuk menendang bola.”
“Anak muda itu berkata, ‘Percayalah Didi, anda harus percaya’. Nyaris menangis, saya menjawab setelah melihat waktu, ‘Percaya apa? Sudah hampir berakhir’,” tambahnya.
“Menit akhir, sepak pojok terakhir, maksud saya pertama buat kami dibandingkan 18 untk Bayern Munchen. Tebak siapa yang mengambil sepak pojok itu… Juan Mata. Sisanya jadi sejarah. Pelajarannya adalah SELALU PERCAYA!!!!” tutupnya.